Lain Dulu dengan Sekarang
LUKISAN yang tergantung di dinding salah satu kantor PR Jambu Bol menjadi salah satu bukti kejayaan pabrik tersebut. Lukisan dengan aneka warna cerah itu menggambarkan suasana di sekitar pabrik yang berada di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae. Ada sebuah truk kotak yang mengangkut bungkusan rokok, ada pula mobil yang sedang melaju.Sementara itu, beberapa buruh dengan muka ceria juga terlihat sedang berjalan di sekitar pabrik itu. Di sekitarnya, beberapa pedagang pasar tiban juga terlihat menggelar dagangan. Suasana yang riuh dari sebuah pabrik yang hidup tertangkap dari lukisan itu.Entah siapa yang melukisnya. Yang pasti, gambaran dari lukisan itu jauh dari kondisi sekarang yang sepi dan hampir tak ada kegiatan sama sekali. Tak ada lagi, wajah buruh yang ceria.Masa kejayaan itu sendiri dikisahkan berlangsung di tahun 80-90 an. Bahkan, hingga 2000 awal, masa itu masih sempat menghinggapi pabrik tersebut. Pemasaran terbesar dari rokok yang dihasilkan pabrik itu konon berada di Pulau Sumatera. Salah seorang kolega di sebuah pabrik rokok menggambarkan jika dulu, sementara pabrik rokok lain masih mengirim komoditinya dengan menggunakan mobil, maka Jambu Bol telah mengirim rokok menggunakan puluhan truk besar.Masa kejayaan itu juga diingat dalam benak para buruh. Seorang buruh perempuan di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo mengatakan, saat itu menjadi buruh di PR Jambu Bol menjadi idaman hampir setiap remaja di kalangan menengah ke bawah."Zaman dulu para remaja belum begitu mementingkan sekolah. Kami yang sebagian besar lulusan SD setelah lulus hanya ingin menjadi buruh Jambu Bol. Ada kebanggaan tersendiri bila kerja di sana," ujarnya.Sementara buruh lain yang berasal dari Desa Bae, Kecamatan Bae mengatakan dulu satu orang buruh bisa mendapat pekerjaan membuat rokok hingga 9.000 batang per hari. Bahkan, jika ada yang memapu melakukannya dalam satu bulan penuh, maka akan diberi bonus."Saya sendiri pernah dapat bonus itu tiga kali berturut-turut. Lumayan juga jumlahnya," kenang perempuan yang mampu menyekolahkan anaknya hingga mendapat gelar sarjana dari mata pencahariaan itu.Namun, kondisi tersebut jauh berbalik dengan sekarang. Saat masih diminta bekerja beberapa waktu lalu, dirinya mengaku hanya diminta membuat seribu batang rokok saja. Tentu saja, pendapatan yang diraihnya jauh berkurang.Ya, hidup memang bagai roda. Kadang di atas, kadang di bawah. Tapi semestinya, kehidupan itu harus dijalani tanpa harus mengorbankan orang lain. @
Senin, 19 Januari 2009
Duka Buruh PR Jambu Bol (1)
Harta Benda Dijual untuk Hidup
TURUNNYA produksi PR Jambu Bol membawa dampak pada ribuan buruh mereka. Para buruh yang menggantungkan penghasilan dari pabrik itu selama bertahun-tahun kini merana. Berikut, gambaran nasib para buruh tersebut dalam dua tulisan. Nama-nama mereka terpaksa tak disebutkan.
SEORANG pria tampak duduk di depan Aula Gedung DPRD. Wajahnya menengadah, matanya menatap kosong. Raut mukanya menunjukkan ekspresi kelelahan. Sementara, hujan di luar masih tampak mengguyur deras.Lelaki itu termasuk sekitar 500 buruh PR Jambu Bol yang mendatangi Gedung DPRD Rabu (15/1). Mereka datang dengan tekad menduduki gedung wakil rakyat tersebut hingga ada kejelasan nasib. Lelaki usia 50 an tersebut, termasuk buruh pabrik rokok itu yang lama tak bekerja tapi tak juga dipecat. Mereka juga tak pernah diberi uang tunggu sebagai kompensasi atas kebijakan tak dipekerjakan itu."Kula bingung Mas. Nasib kula pripun (Saya bingung. Nasib saya bagaimana)," ujarnya setelah didekati.Mendengar ceritanya kemudian, kita menjadi maklum. Dia bercerita, istrinya juga merupakan buruh di pabrik rokok tersebut. Mereka telah bekerja sejak awal 80-an. Jika dulu masa bahagia mereka rengkuh, kini hanya kebingungan yang muncul.Apalagi, dia dan sang istri masih menanggung empat anak yang sebagian harus sekolah."Untuk kebutuhan sehari-hari, saya sudah jual beberapa harta benda yang ada. Motor, televisi, dan lainnya," ujar lelaki tersebut.Lain lagi dengan perempuan yang mengaku bekerja di PR Jambu Bol sejak 1977 ini. Sejak tenaganya tak lagi digunakan untuk nglinting rokok, dia harus susah payah mencari kerjaan lain."Pekerjaan apa saja saya terima asal halal. Kadang mencuci, kadang juga memasak," ujar ibu empat anak yang tinggal di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo.Dia tak lagi bisa bergantung pada pabrik rokok yang selama ini bisa dianggap sudah menjadi urat nadinya. Kenangan puluhan tahun harus segera dihapus demi kehidupan keluarga.Pabrik Jambu Bol sendiri didirikan pada 1937 oleh H Ma'ruf Rusdi. Pabrik itu berpusat di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae. Selain itu mereka juga memiliki gudang produksi di Desa Bae dan Desa Janggalan, Kecamatan Kota. Pabrik itu mengalami kejayaan di era 80-90 an. @
SEORANG pria tampak duduk di depan Aula Gedung DPRD. Wajahnya menengadah, matanya menatap kosong. Raut mukanya menunjukkan ekspresi kelelahan. Sementara, hujan di luar masih tampak mengguyur deras.Lelaki itu termasuk sekitar 500 buruh PR Jambu Bol yang mendatangi Gedung DPRD Rabu (15/1). Mereka datang dengan tekad menduduki gedung wakil rakyat tersebut hingga ada kejelasan nasib. Lelaki usia 50 an tersebut, termasuk buruh pabrik rokok itu yang lama tak bekerja tapi tak juga dipecat. Mereka juga tak pernah diberi uang tunggu sebagai kompensasi atas kebijakan tak dipekerjakan itu."Kula bingung Mas. Nasib kula pripun (Saya bingung. Nasib saya bagaimana)," ujarnya setelah didekati.Mendengar ceritanya kemudian, kita menjadi maklum. Dia bercerita, istrinya juga merupakan buruh di pabrik rokok tersebut. Mereka telah bekerja sejak awal 80-an. Jika dulu masa bahagia mereka rengkuh, kini hanya kebingungan yang muncul.Apalagi, dia dan sang istri masih menanggung empat anak yang sebagian harus sekolah."Untuk kebutuhan sehari-hari, saya sudah jual beberapa harta benda yang ada. Motor, televisi, dan lainnya," ujar lelaki tersebut.Lain lagi dengan perempuan yang mengaku bekerja di PR Jambu Bol sejak 1977 ini. Sejak tenaganya tak lagi digunakan untuk nglinting rokok, dia harus susah payah mencari kerjaan lain."Pekerjaan apa saja saya terima asal halal. Kadang mencuci, kadang juga memasak," ujar ibu empat anak yang tinggal di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo.Dia tak lagi bisa bergantung pada pabrik rokok yang selama ini bisa dianggap sudah menjadi urat nadinya. Kenangan puluhan tahun harus segera dihapus demi kehidupan keluarga.Pabrik Jambu Bol sendiri didirikan pada 1937 oleh H Ma'ruf Rusdi. Pabrik itu berpusat di Desa Ngembalrejo, Kecamatan Bae. Selain itu mereka juga memiliki gudang produksi di Desa Bae dan Desa Janggalan, Kecamatan Kota. Pabrik itu mengalami kejayaan di era 80-90 an. @
Senin, 12 Januari 2009
Rindu Penerus Generasi Arbi
TAK bisa dimungkiri, salah satu cabang olahraga yang mengangkat nama Kudus adalah bulutangkis. Lewat kucuran dana yang maksimal dan pembinaan yang modern, PB Djarum menjadi kawah candradimuka untuk melahirkan beberapa atlet berkelas. Nama-nama seperti Christian Hadinata, Liem Swie King, hingga Ardy BW, dan Alan Budi Kusuma lahir dari klub yang kini bermarkas di Kecamatan Jati itu.Selain itu, salah satu generasi emas yang dimunculkan PB Djarum adalah Arbi Bersaudara. Hastomo Arbi, Eddy Hartono, dan Hariyanto Arbi selalu menjadi tulang punggung Indonesia di masanya. Kiprah mereka diawali Hastomo Arbi yang menjadi pujaan publik dengan membawa kemenangan Indonesia atas tim kuat China. Hal itu terjadi pada perebutan Piala Thomas tahun 1984. Adik Hastomo, Eddy Hartono yang juga dikenal dengan panggilan Kempong kemudian meneruskan jejak sang kakak dengan mencatat prestasi di nomor ganda putra dan ganda campuran. Beberapa gelar juara pernah ia raih termasuk juara ganda putra All England dan medali perak Olimpiade tahun 1992 bersama Rudy Gunawan. Prestasi terbaik mereka bisa dikatakan dicatat si bungsu Hariyanto Arbi. Hariyanto merebut gelar juara All England (1993-1994), juara dunia (1995), dan berbagai turnamen internasional lainnya untuk nomor tunggal putra. Dia juga dikenal memiliki Smes 100 Watt yang menghujam ke pertahanan lawan.Namun, kini kenangan itu seolah terputus. Lama sudah tak terdengar nama atlet bulutangkis hasil binaan PB Djarum yang betul-betul asli Kudus. Beberapa atlet hasil binaan klub tersebut, hampir seluruhnya berasal dari luar daerah.Tanpa bermaksud mengedepankan unsur fanatisme kedaerahan yang sempit, tentunya perlu dipikirkan bagaimana cara untuk melahirkan penerus generasi Arbi yang memang asli Kudus. Pengcab PBSI Kudus sendiri berada di jalur yang tepat dengan menggelar beberapa kali turnamen lokal seperti Bupati Cup dan Muria Cup. Bupati Cup yang memasuki penyelenggaraan keempat tahun ini, kabarnya bakal diikuti hampir seribu peserta.Tapi, penyelenggaraan turnamen secara rutin saja ternyata tak cukup. Buktinya, pada seleksi penerimaan atlet PB Djarum tahun lalu, tak ada atlet asal Kudus yang diterima. Lantas apa yang perlu dilakukan.Sepertinya, sinergi antara klub, pemerintah daerah, serta keinginan masyarakat perlu diformulasikan ulang. PB Djarum mungkin bisa melakukan pembinaan sejak dini pada atlet lokal (hal yang sebenarnya telah mereka lakukan dengan mendirikan PB Champion). Sementara pemkab juga harus terlibat usaha penciptaan atlet bulutangkis tersebut dengan membuat kebijakan yang mendukungnya. Yang terakhir dan terutama, masyarakat juga harus ikut mendukung semua kegiatan. Berbondong-bondong menonton Bupati Cup IV yang dimulai minggu depan, bisa menjadi langkah pertama yang baik. @
Langganan:
Postingan (Atom)