TAK lama setelah perlengkapan milik Mugiyono Kasido ditepikan, sesosok manusia berwarna putih masuk ke panggung dari sayap kanan. Dia berjalan pelan. Pelan sekali, hingga seolah dia tak bergerak. Tapi sekejap kemudian, sosok itu ternyata telah berada di bibir panggung menghadap penonton seperti ingin menyampaikan salam pembuka.Sosok itu adalah Yoshito Ohno. Dialah putra Kazuo Ohno, penari ulung Jepang yang ikut menciptakan tarian kontemporer butoh. Diiringi suara petir Ohno terus bergerak di panggung. Gerakan itulah yang pada awalnya dikenalkan sebagai Ankoku Butoh (Butoh Kegelapan) tapi kemudian lebih dikenal sebagai butoh saja.Oleh Dan Hermon, butoh disebut sebagai tari kontemporer yang punya sedikit koneksi baik dengan tari tradisional Jepang maupun kebanyakan tari barat, walaupun masih meminjam beberapa elemen darinya. Tari tersebut kemudian disukai dan dipelajari tak hanya seniman Jepang tapi juga dari berbagai negeri. Usai pementasan Lengser dari Mugiyono, Ohno Senin (15/12) malam lalu membawakan reportoar bertajuk Emptiness.Setelah bergerak penuh kelembutan di fragmen pertama, Ohno memulai fragmen kedua dengan gerakan yang karikatural. Musik pengiring dari dentingan gitar muncul menggantikan suara petir menyambar. Masih dengan kostum serbaputih Ohno kembali menjelajahi panggung.Selama bergerak, otot dari punggung telapak tangannya terlihat mengeras. Jari-jarinya kadang lurus sejajar dengan lengan, tapi kadang pula menekuk di beberapa ruasnya seperti siap mencengkeram. Tak jarang pula jari-jari itu mengepal, menunjukkan besarnya energi yang dibawa.Diantara fragmen-fragmen tariannya, Yoshito Ohno membuat kaget penonton dengan melihatkan foto-foto dirinya bersama Kazuo Ohno yang tampak terbaring sakit. Yoshito terlihat membawa boneka mirip wayang golek. Usai semua foto ditampilkan, Yoshito yang sempat "bersembunyi" keluar dengan membawa boneka itu.Kini dia telah mengenakan setelan jas lengkap seperti akan hadir ke sebuah pesta. Yoshito kemudian turun dari panggung dan menari sesukanya bersama boneka diiringi lagi Can't Help Falling in Love yang diremix oleh UB40. Semuanya pun gembira. Ending itu terkesan kontras dengan citra butoh selama ini yang dikenal muram dan gelap, seperti yang ditampilkan Ohno di awal pentas.Butoh disebutkan bermula dari sebuah karya tari berjudul Kinjiki (Warna yang Terlarang) yang dipentaskan oleh Tatsumi Hijikata pada tahun 1959. Yoshito Ohno ikut di pementasan itu bersama Tatsumi sendiri. Karya tersebut sempat menuai kontroversi sebagai sebuah karya antisosial. Setelah itu, Tatsumi bersama Kazuo dan juga Yoshito Ohno, serta satu penari lagi Akira Kasai melahirkan butoh di tahun 1960-an.Pementasan Ohno sendiri merupakan bagian dari pagelaran Asia Tri Jogja 2008 The Life of Butoh. Pada acara tersebut tampil beberapa penari butoh seperti Tomiko Takai dan Saga Kobayashi, serta penari lain yang pernah belajar langsung dari dua pelopor butoh Tatsumi Hijikata dan Kazuo Ohno. Acara yang digelar Jumat-Rabu (12-17/12) itu tidak hanya menampilkan beberapa pementasan tapi juga pameran dokumentasi serta workshop. Dengan acara itu, masyarakat diharap bisa melihat butoh lebih dalam. Selain penari Jepang, beberapa seniman Indonesia seperti Mugiyono Kasido dan Jemek Supardi juga ikut tampil. @
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar